Blogger news

Sabtu, 06 November 2010

Independensi dan Kode Etik Profesional Auditor


A.    Etika Profesional
Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang batasan baik atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu. Istilah kode etik kemudian muncul untuk menjelaskan tentang batasan yang perlu diperhatikan oleh seorang profesional ketika menjalankan profesinya. Seperti halnya profesi-profesi yang lain, Akuntan juga mempunyai kode etik yang digunakan sebagai rambu-rambu atau batasan-batasan ketika seorang Akuntan menjalankan perannya. Pemahaman yang cukup dari seorang Akuntan tentang kode etik, akan menciptakan pribadi Akuntan yang profesional, kompeten, dan berdaya guna. Tanpa adanya pemahaman yang cukup tentang kode etik, seorang Akuntan akan terkesan tidak elegan, bahkan akan menghilangkan nilai esensial yang paling tinggi dari profesinya tersebut.
Fenomena akan keberadaan kode etik keprofesian merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan publik terjadap dunia usaha yang pada umumnya mengedepankan etika dalam menjalankan akifitas bisnisnya. Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat kode etik atau kode perilaku. Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Sementara fungsinya adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (kavali., dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau pengingat untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.

A.    Dilema Etika dan Solusinya
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a.    Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi  uang  di  bandar  udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b.    Orang tersebut secara  sengaja  bertindak tidak etis untuk  keuntungan  diri sendiri.  Misalnya,  seperti contoh  di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil  isinya  dan  membuang  dompet  tersebut  di
tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi   yang dikembangkan sendiri oleh yang  bersangkutan  berdasarkan  pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
·         Setiap orang  juga  melakukan  hal  (tidak etis) yang  sama.
Misalnya,  orang  mungkin  berargumen  bahwa  tindakan memalsukan  perhitungan  pajak,  menyontek  dalam  ujian, atau  menjual  barang  yang  cacat  tanpa  memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang  bersangkutan  berpendapat  bahwa  orang  lain  pun melakukan tindakan yang sama.
·         Jika  sesuatu  perbuatan  tidak  melanggar  hukum  berarti perbuatan   tersebut   tidak   melanggar   etika.   Argumen tersebut  didasarkan  pada  pemikiran  bahwa  hukum  yang sempurna  harus  sepenuhnya  dilandaskan  pada  etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib  mengembalikannya  kecuali  jika  pemiliknya  dapat membuktikan  bahwa barang  yang  ditemukannya  tersebut benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
·         Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui  orang   lain  serta sanksi  yang  harus   ditanggung   jika perbuatan  tidak  etis  tersebut  diketahui  orang  lain  tidak signifikan.  Misalnya  penjual  yang  secara  tidak  sengaja terlalu  besar  menulis  harga  barang  mungkin  tidak  akan  dengan  kesadaran mengoreksinya  jika  jumlah  tersebut  sudah   dibayar   oleh   pembelinya.   Dia   mungkin   akan memutuskan  untuk  lebih  baik  menunggu  pembeli  protes untuk   mengoreksinya,   sedangkan   jika   pembeli   tidak menyadari  dan  tidak  protes  maka  penjual  tidak  perlu memberitahu.

B.   Kode Etik Profesi Auditor
Mukadimah prinsip etika profesi akuntan antara lain menyebutkan bahwa dengan seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir. Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung jawab profesi :
Bahwa akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik :
Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas :
Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4. Obyektifitas :
Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional :
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan :
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku profesional :
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8. Standar teknis :
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
  1. Independensi Profesi Auditor
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuantan Publik yang ditetapkan olh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (infacts) maupun dalam penampilan (in appearance).
Independensi dalam Audit dapat diartikan sebagai sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan ujian audit, mengevaluasi hasilnya dan membuat laporan audit. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan.
à Independensi dalam fakta : Auditor benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias (independen) disepanjang audit
à Independensi dalam penampilan : Pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas independensi tsb.
Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Tiga aspek dalam independensi auditor, yaitu:
(a) Independensi dalam diri auditor (independence in fact): kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai faktor dalam audit finding.
(b) Independensi dalam penampilan (perceived independence). Independensi ini merupakan tinjauan pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri auditor.
(c) Independensi di pandang dari sudut keahliannya. Keahlian juga merupakan faktor independensi yang harus diperhitungkan selain kedua independensi yang telah disebutkan. Dengan kata lain auditor dapat mempertimbangkan fakta dengan baik yang kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan jika ia memiliki keahliam mengenai hal tersebut.
Hal  yang  dapat  mempengaruhi  independensi  dan  objektivitas  seorang  auditor seperti :
1)   Hubungan keuangan dengan klien;
2)   Kedudukan dalam perusahaan yang diaudit ;
3)   Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dan tidak konsisten
4)   Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit ;
5)   Hubungan keluarga dan pribadi ;
6)   Imbalan atas jasa profesional ;
7)   Penerimaan barang atau jasa dari klien ;
8)   Pemberian barang atau jasa kepada klien.

            Revisi dari Persyaratan Independensi Auditor SEC
      Kepentingan Kepemilikan
      TI dan Jasa Non Audit lainnya
            Dewan Standar Independen (Independence Standards Board/ISB)
memberikan rangka kerja konseptual bagi masalah independensi yang berhubungan dengan audit perusahaan publik
            Komite Audit
Sejumlah anggota terpilih dari Dewan Direksi yang bertanggungjawab membantu Auditor untuk tetap independen dari manajemen
            Berbelanja untuk Prinsip Akuntansi
            Persetujuan Auditor oleh Pemegang Saham
Pemilihan KAP baru atau melanjutkan KAP yang ada melalui persetujuan pemegang saham
            Penugasan dan Pembayaran Fee Audit oleh Manajemen

D.    Komite Audit
Adalah sejumlah anggota dewan direksi perusahaan yang tanggung jawabnya termasuk membantu auditor agar tetap independen dari manajemen. Kebanyakan komite audit terdiri dari tiga hingga lima atau terkadang paling banyak tujuh direktur yang bukan merupakan bagian dari manajemen perusahaan. Sarbanes-Oxley Act dan SEC mewajibkan semua anggota komte audit bersikap independen, dan perusahaan harus mengungkapkan apakah dalam komite audit paling sedikit ada satu pakar keuangan.
Sarbanes-Oxley Act selanjutny mensyaratkan komite audit perusahaan publik bertanggung jawab atas penunjukan, kompensasi, dan pengawasan atas ekerjaan auditor. Komite audit harus menyetujui terlebih dahulu semua jasa audit dan non audit, serta bertanggung jawab untuk mengawasi pekerjaan auditor, termasuk penyelesaian ketidaksepakatan yang melibatkan pelaporan keuangan antra manajemen dan auditor. Auditor bertaggung jawab untuk mengomunikasikan semua hal yang signifika yang dapat diidentifikasi selama audit kepada komite audit. 
Baca Juga materi Berikut :
-STANDAR AUDITING 
-Pengantar, jenis, dan pelaporan Auditing
-Klarifikasi Istilah Teknis Auditing Di lingkungan ... 
-Auditing1-3.ppt
- Auditing1-6.ppt
- Auditing1-9 Kontrol Internal.ppt
- Bab 10- Pengujian Kontrol.ppt
- Modern Auditing ch11.ppt
- Modern Auditing ch12.ppt
- audiing1-7.ppt
- auditing1-1.ppt
- auditing1-2.ppt
- auditing1-4.ppt
- auditing1-5.ppt
- auditing1-8.ppt
- auditing1-9.ppt

0 komentar:

Posting Komentar

Berilah Komentar Apabila anda menyukai materi di atas!komentar bersifat membangun dan gunakan kata-kata sepatutnya..Terimakasih

Convert Currency